BPR Syariah PNM Mentari

BUKANKAH BALASAN KEBAIKAN
ADALAH KEBAIKAN PULA


Dalam salah satu firman-NYA Allah SWT mengatakan “Bukankah Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Pula” (Q.S. Ar-Rahmaan : 60). Ayat ini menegaskan tentang keadilan Allah SWT, bahwa Allah akan membalas seluruh pekerjaan baik yang dikerjakan manusia tentunya yang dilandasi keimanan, atau kalaupun tidak didasari keimanan, Allah tetap akan memberikan hasil atas kerja keras yang dilakukan, karena memang Allah memiliki sifat Rahman (Pengasih) tetapi tidak diberikannya Rahim-NYA kepada yang bekerja tidak didasari keimanan.

Disisi lain Allah mengajarkan kepada kita bahwa dalam mengerjakan sesuatu jangan didasari untuk mendapatkan balasan (Reward) ataupun ucapan terima kasih, “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” (Q.S. Al Insaan : 9). Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa dasar kita beramal adalah semata-mata karena Allah, jangan diniatkan untuk mendapatkan “sesuatu”, akan tetapi bila kita melakukan kebaikan maka yakinlah bahwa kita akan mendapatkan kebaikan pula atas pekerjaan itu, karena memang Allah berjanji.

Hal ini penting karena bila kita bekerja karena mendapatkan “sesuatu”, misalnya ketenaran, jika ketenaran itu di dapat maka cuma ketenaran yang diperoleh, tetapi bila karena Allah, maka walaupun kita belum mendapatkan “sesuatu” atas kerja kita itu maka ridha Allah telah kita dapatkan. Mungkin apa yang akan Allah berikan atas hasil kerja itu belum diberikannya saat itu juga (menunggu waktu), atau diberikan dalam bentuk yang lain, atau menurut Allah justru jika diberikan akan berdampak buruk bagi kita. Artinya bahwa kewajiban kita adalah bekerja sebaik mungkin. “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-NYA serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-NYA kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. At-taubah : 105).

Bagi seorang Muslim seharusnya ia banyak melakukan kerja-kerja Ihsan (baik) karena ia meyadari bahwa Allah begitu banyak memberikannya kebaikan- kebaikan (IhsanulLah). Disamping itu pula ia merasakan betul bahwa Allah SWT senantiasa melihat dan mengawasi (MuraqabatulLah) setiap tindakannya, bahkan apa yang dia sembunyikan sekalipun, sehinga mendorong dia untuk terus melakukan kebaikan. “Dan barangsiapa yang beramal kebaikan sebesar biji dzarrah ia akan melihatnya dan barangsiapa yang beramal keburukan sebesar biji dzarrah ia akan melihatnya (Q.S. Az-Zilzalah : 7-8). Kedua hal ini, yaitu IhsanulLah dan MuraqabatulLah akan mengarahkan kita kepada Ihsanul Amal, amal yang ihsan atau baik. Suatu amal disebut ihsan bila memiliki tiga hal sekaligus yaitu

Pertama Ikhlasun Niat, bahwa kerja yang dilakukan didasari atas keikhlasan semata-mata karena Allah. “Dan kamu tidak diperintahkan kecuali mengabdi kepada Allah dengan mengikhlaskan diri dalam beragama’ (QS. Al Bayyinah : 5). Bekerja bukan karena Direktur, bukan karena Perusahaan, bukan karena uang, ataupun lainnya. “Barangsiapa yang menghendaki dunia maka akan Allah berikan, dan barangsiapa yang menghendaki Akhirat maka akan Allah berikan Dunia dan Akhirat sekaligus”.

Kedua Itqanul Amal, yaitu bahwa kerja yang dilakukan tidak asal kerja, akan tetapi dilakukan dengan seprofesional asal kerja mungkin. Dan profesionalitas itu didapat antara lain dengan banyak latihan dan menimba pengalaman orang lain, dan kemauan untuk terus belajar dari kesalahan-kesalahan, serta budaya kerja yang harus diciptakan oleh Perusahaan tempat bekerja untuk setiap karyawan do professional. Rasulullah mengatakan bahwa Allah cinta/suka kepada seseorang bila ia beramal/bekerja ia melakukannya dengan professional (Itqan) (H.R. Baihaqy).

Ketiga Jaudatul Ada’, pekerjaan yang telah dilakukan atas dasar Ikhlasun Niat dan Itqanul Amal maka harus senantiasa dievaluasi kualitas pelaksanaannya/mutu (Jaudah). Artinya bahwa setelah kita beramal kemudian mendapatkan (atau tidak mendapatkan) hasil dari kerja itu maka sikap dan sifat yang seharusnya kita tunjukkan adalah seperti yang Allah gambarkan dalam Surat Al Fath, ketika Allah menceritakan kemenangan (kesuksesan) gilang gemilang yang diraih oleh kaum muslimin. “ Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji (tahmid) Tuhan-MU dan mohonlah ampun (Istighfar) kepada-NYA. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat”.(Q.S. Al Fath : 1-3)

Jadi sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim ketika mendapatkan kesusksesan (atau mungkin kegagalan) adalah Tasbih, yaitu mensucikan Allah karena kita menyadari bahwa boleh jadi kerja yang kita lakukan tidak terlepas dari kekotoran- kekotoran, kita mohon Allah mensucikan kerja kita. Tahmid, kita memuji Allah atas hasil yang telah diberikann-NYA, dan Istighfar karena boleh jadi pada kesusksesan yang kita raih ada perilaku keliru.

Jika ketiga hal di atas telah kita upayakan maksimal maka Insya Allah, Allah tidak akan mengingkari janjinya untuk memberikan balasan kebaikan (Reward) terhadap kerja kita, yang boleh jadi kita terima melalui Perusahan tempat kita bekerja atau dari yang lainnya. Dan jika memang Perusahaan tersebut luput untuk melihat kerja baik kita sehingga tidak memberikan seharusnya yang kita terima, maka harus diyakini bahwa rejeki kita bukan manusia yang mengatur, tetapi Allah Yang Maha Pemberi Rejeki dan pasti ada hikmah dibaliknya, sambil kita melakukan upaya taushiyah atau memberikan masukan untuk perbaikan sistim penilaian terhadap kerja yang dilakukan. Namun harus tetap ditanamkan keyakinan “Bukankah Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Pula”. Keyakinan ini penting supaya kita tidak berhenti untuk terus bekerja dan beribadah se-ihsan mungkin (Ihsanul Amal), khususnya di Bank Syariah BPRS PNM Mentari ini.

Penulis

Mentari

MUHAMMAD HAIKAL
(Direktur Utama PT BPRS PNM Mentari)

..

..